Banda
Aceh, Edev – Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998 silam
hingga menggulingkan kepemerintahan orde baru Soeharto yang saat itu sudah
berkuasa 32 tahun lamanya menyisakan pertanyaan, apa dan siapakah akar dan
dalang dari krisis tersebut hingga membuat negeri Indonesia menjadi melarat ?.
Zulkifli
Pengamat Ekonomi mengatakan, George Soros sosok yahudi merupakan dalang dari
krisis tersebut, pada saat itu pasar keuangan Indonesia, ia ( Soros-red) sangat
dikuasai olehnya.
George Soros |
Soros
melakukan spekulasi besar-besaran terhadap rupiah, dimana waktu itu ia
menginvestasikan dananya ke Indonesia dalam bentuk rupiah, sehingga saat itu
indonesia memiliki banyak dana untuk diinvestasikan dan Indonesia pun mengalami
pertumbuhan ekonomi meskipun hal itu hanya sesaat.
Tak lama kemudian ia menarik kembali dananya
secara bersamaan sehingga berdampak pada dananya yang tersimpan dalam bentuk
rupiah dikembalikan dalam bentuk dolar, dananya yang besar tersebut mempengaruhi
permintaan dolar dalam negeri yang besar. Permintaan dolar yang besar tersebut
berdampak pada peningkatan nilai mata uang dolar sekaligus menurunkan mata uang rupiah.
Sebelum masa krisis rupiah berada dalam
kisaran Rp. 1300 /USD 1, lalu pada masa krisis rupiah menjadi Rp. 9000/USD
1, yang berarti hutang luar negeri yang dimiliki Indonesia harus
dikembalikan dalam jumlah lebih dari 6 kali lipatnya. Efeknya industri yang
mengandalkan bahan baku import terpaksa gulung tikar karena kekacauan harga
tersebut.
Dengan tutupnya industri domestik
yang menggunakan bahan baku impor persediaan barang domestik pun menjadi
terbatas sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri Indonesia melakukan
impor besar-besaran yang berefek pada nilai tukar rupiah terhadap dolar pun jatuh.
“
Makanya kita harus berhati-hati dengan Soros ”, Ucap Zulkifli yang merupakan dosen
Perekonomian Indonesia, jurusan Ekonomi Pembangunan (EKP), Fakultas Ekonomi
Unsyiah, Kamis, 17 April 2014.
Pada
saat itu tidak hanya indonesia saja yang mendapat imbas dari perbuatan soros
tersebut, namun negara-negara Asia lainnya juga mendapat imbas dari perbuatannya
tersebut, dimana ia memainkan financial market di negara-negara Asia lainnya
seperti Tahiland, Malaysia, Filiphina, Hongkong,Taiwan dan lainnya. Ia
mengambil keuntungan dari krisis di negara-negara Asia.
Walaupun banyak faktor yang mempengaruhi krisis moneter yang
pernah dialami Indonesia pada tahun 97-98 maupun negara Asia lainnya, namun tigkah
laku para spekulan valuta asing yang saat itu memborong dollar Amerika, kemudian
menjualnya dengan harga tinggi yang berdampak pada nilai mata uang
negara-negara ASEAN menjadi terpuruk. Dan Spekulan uang terbesar pada era
krisis tersebut adalah George Soros.
Selain
Soros sosok pria penghancur dari negara zionis tersebut ada pula institusi
keuangan internasional yaitu International Monetary Fund (IMF) yang
bergerak dalam bidang penyediaan pinjaman terhadap negara-negara yang yang
sedang menghadapi masalah keseimbangan neraca keuangan .
15
Januari 1998 Presiden Suharto menandatangani Letter of Intent
(LoI) IMF agar
mendapat bantuan pinjaman dana demi mencari jalan untuk menyelamatkan
Indonesia dari kehancuran ekonomi, keterpaksaan itu dilakukan karena tidak ada
pilihan lain atau membiarkan Indonesia menuju liang kehancuran.
IMF dengan paket
bantuan 23 miliar dolar
pada saat itu digadang menjadi penyumbang bantuan dana yang mampu menumbuhkan
perekonomian Indonesia . Namun siapa sangka justru sebaliknya.
Chenny Seftarita pengamat ekonomi
moneter, menceritkan pada awalnya IMF dipercaya menjadi penyumbang pinjaman
dana ke Indonesia karena IMF pernah sukses berkiprah di Meksiko, yang saat itu
IMF menetapkan bungan yang sangat tinggi agar masyarakat Indonesia tergiur
untuk menyimpan dana ke perbankan yang
akhirnya dana di perbankan tersedia lebih untuk di pinjamkan yang asumsinya meningkatkan
investasi lalu pertumbuhan ekonomi tercapai .
Namun masyarakat di Indonesia pada
tahun 1998 tidak memiliki rasa kepercayaan lagi terhadap perbankan akibat
kondisi politik yang saat itu tengah dilanda dilema korupsi maupun KKN yang
dilakukan kepemerintahan Presiden Suharto.
Pada akhirnya kondisi perbankan
menjadi tidak sehat yang saat itu sebanyak 16 bank umum ditutup. Dampaknya karena
asumsi investasi yang tinggi namun faktanya tidak, pemerintah saat itu tidak
mampu melunasi hutang luar negerinya. Dilansir wikipedia.org,
saat itu Rupiah dan Bursa Saham Jakarta saat itu menyentuh titik terendah pada
bulan September.
Akibatnya
Perusahaan yang meminjam dana dalam bentuk dolar harus menghadapi biaya yang
lebih besar yang disebabkan oleh penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi
dengan membeli dolar, yaitu: menjual rupiah, menurunkan harga rupiah lebih jauh
lagi.
Inflasi
rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di
negara ini. Pada Februari 1998, Presiden Suharto memecat Gubernur Bank
Indonesia, tapi ini tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998
dan B.J. Habibie menjadi presiden. mulai dari sini krisis
moneter indonesia memuncak.
Jatuhnya
nilai rupiah tersebut berakibat krisis pada pertengahan tahun 1997 yang berujung
pada inflasi tahun 1998 yang menyentuh
angka mencapai 77,63%. Diperkirakan saat itu sebanyak 16.000 hingga 19.000 orang yang kehilangan pekerjaan.
Namun, data dari sektor properti menyebutkan bahwa setidaknya 40.000
orang telah dirumahkan karena tidak ada proyek.
Gambaran tersebut mengartikan kesejahteraan masyarakat Indonesia
saat itu mengalami kehancuran.
Perlu
diketahui pimpinan pertama IMF Camille Gutt, seorang Yahudi. Begitu pula dengan
pimpinan IMF sekarang (2010), Dominique Strauss-Kahn. ( Sumber: Syariaislam.net).
Terbukti
bahwa zionis Israel bangsa Yahudi merupakan dalang dari carut-marutnya
perekonomian pada masa krisis moneter yang pernah melanda Indonesia.
Penulis : Tajul Ula
0 comments:
Post a Comment